Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan, kekhawatiran
ini dikarenakan kondisi ini dapat memberikan pengaruh terhadap mata uang dunia
lainnya termasuk Indonesia.
“Saya mengantisipasi karena kondisi menjelang FOMC (Federal
Open Market Committee) meeting, Tiongkok
(China) yang ekonominya melemah, dan kekawatiran jika ekonomi Tiongkok terus
mengalami penurunan kemungkinan yuan akan kembali didevaluasi lagi. Jadi
kekhawatiran itu pasti ada,” ucap Agus.
Beliau menilai, kemungkinan hal ini akan terus terjadi
hingga tahun 2016 mendatang. “Ini yang harus kita jaga terus, dan BI tetap
berada di pasar apapun kondisinya,” jelasnya.
Lana Soelistianingsih, Ekonomi Universitas Indonesia (UI)
tidak menyangka yuan akan kembali menurun, padahal mata uang yang biasa disebut
renminbi ini sudah masuk dalam mata uang Special Drawing Rights (SDR).
“Saya tidak menyangka. Yuan yang masuk kedalam mata uang SDR
seharusnya kewajiban dia menjadikan mata uangnya fleksibel,” katanya.
Lana memperkirakan, penurunan yuan ini kemungkinan dilakukan
dengan kebijakan moneter. Padahal, untuk menurunkan mata uang tidak boleh
langsung menggunakan kebijakan moneter. “Harusnya bias dilakukan dengan Giro
Wajib Minimum (GWM), turunkan bunga deposito atau kredit. Enggak boleh langsung
diturunkan,”tutupnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar