SAVE - Pergerakan nilai tukar rupiah ini dinilai lebih bergantung
terhadap kondisi ekonomi AS dan China dibandingkan dengan peristiwa Inggris
yang keluar dari Uni Eropa atau Brexit. Meski sempat mengalami penurunan
setelah keputusan Brexit, namun saat ini rupiah kembali menguat.
“Pasar keuangan
Indonesia, pergerakan rupiah ini lebih bergantung terhadap kebijakan The Fed
dan China, dibandingkan dengan kebijakan di Inggris,” jelas Deputi Gubernur
Bank Indonesia (BI), Mirza Adhitiaswara.
Beberapa bulan yang lalu, Bank sentral
AS atau The Fed menaikan tingkat suku bunga acuannya. Hal tersebut menyebabkan
nilai tukar rupiah mengalami pelemahan cukup dalam. Selain itu, China yang juga
sengaja melakukan depresiasi terhadap mata uangnya.
“Pada saat The Fed menaikan
suku bunga yang kedua, juga terjadi pelemahan kurs,” ucapnya.
Hal tersebut
membuat BI akan lebih memantau kebijakan yang akan ditempuh oleh kedua negara
tersebut. Khususnya AS yang dikabarkan akan kembali menaikan suku bunganya pada
Juli mendatang.
“Pada waktu Brexit juga, Yellen, Gubernur The Fed menyatakan
bahwa AS sangat memperhatikan Brexit dan mereka akan lebih berhati-hati. Jadi kenaikan
suku bunga The Fed di tahun ini, kemungkinan sangat kecil. Ada kemungkinan
naik, namun sangat kecil, jadi kemungkinan akan naik di tahun 2017,” tutup
Mirza.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar