Rabu, 29 Juni 2016

BI: PERGERAKAN RUPIAH LEBIH BERGATUNG PADA AS DAN CHINA, DIBANDING BREXIT

SAVE - Pergerakan nilai tukar rupiah ini dinilai lebih bergantung terhadap kondisi ekonomi AS dan China dibandingkan dengan peristiwa Inggris yang keluar dari Uni Eropa atau Brexit. Meski sempat mengalami penurunan setelah keputusan Brexit, namun saat ini rupiah kembali menguat.

“Pasar keuangan Indonesia, pergerakan rupiah ini lebih bergantung terhadap kebijakan The Fed dan China, dibandingkan dengan kebijakan di Inggris,” jelas Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Mirza Adhitiaswara.

Beberapa bulan yang lalu, Bank sentral AS atau The Fed menaikan tingkat suku bunga acuannya. Hal tersebut menyebabkan nilai tukar rupiah mengalami pelemahan cukup dalam. Selain itu, China yang juga sengaja melakukan depresiasi terhadap mata uangnya.

“Pada saat The Fed menaikan suku bunga yang kedua, juga terjadi pelemahan kurs,” ucapnya.

Hal tersebut membuat BI akan lebih memantau kebijakan yang akan ditempuh oleh kedua negara tersebut. Khususnya AS yang dikabarkan akan kembali menaikan suku bunganya pada Juli mendatang.

“Pada waktu Brexit juga, Yellen, Gubernur The Fed menyatakan bahwa AS sangat memperhatikan Brexit dan mereka akan lebih berhati-hati. Jadi kenaikan suku bunga The Fed di tahun ini, kemungkinan sangat kecil. Ada kemungkinan naik, namun sangat kecil, jadi kemungkinan akan naik di tahun 2017,” tutup Mirza.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar